Genre Zaman Now dan Tantangan Jemarinya

Oleh Gusty Masan Raya*

Generasi muda zaman kini mendapat tantangan hebat. Tantangan itu tumbuh seiring dengan kemajuan revolusi industri 4.0 sejak 2011, yang ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi, dan batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Generasi ini tentu berbeda dengan generasi dulu di zaman revolusi industri generasi pertama yang ditandai oleh penggunaan mesin uap untuk menggantikan tenaga manusia dan hewan. Kemudian, generasi kedua, melalui penerapan konsep produksi massal dan mulai dimanfaatkannya tenaga listrik. Menyusul, generasi ketiga, ditandai dengan penggunaan teknologi otomasi dalam kegiatan industri.

Segala aktivitas di masa revolusi industri 4.0 berbasis digital. Smartphone atau gadget menguasai aktivitas manusia. Sehari tanpa gadget adalah sebuah keniscayaan. Bahkan, oleh karenanya, mental manusia zaman now cenderung paranoid. Sejak bangun tidur hingga kembali tidur di malam hari, smartphone tak pernah lepas dari tangan. Sedikit-sedikit, tulis status, pasang foto aktivitas, selfie dan sebagainya.

Kemajuan ini serta merta membawa dampak buruk bagi karakter manusia, terutama generasi muda yang lahir di revolusi 4.0. Generasi ini tidak mengenal masa sulit orang tuanya dulu berkomunikasi lewat surat di kantor pos, telepon koin di wartel, bahkan mendatangi langsung obyek komunikasi yang dituju tanpa janji. Generasi  ini pun tidak tahu asyiknya bermain mobil-mobilan di saat hujan, petak umpet, nikmatnya memelihara binatang kesayangan, juga kerja keras membantu orang tua di sawah ladang.

Problem generasi zaman now saat ini tentu berbeda. Terlihat, seolah mereka tanpa tantangan berarti menghadapi hidup, tetapi sesungguhnya mereka memiliki problem pelik nan kompleks. Tantangan mereka tak sesederhana problem generasi dulu, yang lazim berasal dari lingkungan sekolah dengan tetek bengek mata pelajaran atau diktat kuliah. Juga tak sekedar keras hati dan ego mendengar didikan atau nasihat orang tua. Apalagi seremeh atau semurah cinta monyet masa puber. Tantangan yang mereka hadapi dan bagi saya sangat berat adalah bagaimana mengontrol jari mereka di era digitalisasi ini untuk tidak melakukan hal-hal negatif.

Dalam konteks ini, kita patut mengapresiasi komitmen BKKBN melalui program Generasi Terencana (GenRe) terus bekerja menciptakan generasi muda yang handal, sehat, cerdas dan ceria. GenRe merupakan bagian dari program unggulan Kependudukan, Keluarga Berencana Dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Tetapi apa yang paling urgen untuk dilakukan BKKBN demi tercapainya cita-cita luhur membangun generasi emas itu?

Saya tetap pada satu simpul problem bahwa mengontrol jari GenRe zaman now adalah sebuah keharusan. Di era digitalisasi dimana segala hal selalu menggunakan jari (sekali pencet langsung beres), kemajuan yang ditawarkan juga menyiapkan jurang kehancuran di sampingnya. Ketidakmampuan para GenRe mengontrol jari tak pelak berujung pada kehancuran masa depannya.

Lihat saja banyak kaum muda terjerat UU IT, terlibat portitusi online, masuk dalam lingkaran penjulan narkoba online, pun tak jarang mengkases situs-situs porno yang merusak mental dan moral mereka. Semuanya dilakukan hanya lewat jari: modal smartphone, sekali tekan, jadi!

Oleh karena itu, tugas BKKBN saat ini yang paling urgen adalah mendorong lahirnya komunitas-komunitas positif untuk terus bertumbuh menjadi daya penangkal virus negatif dari jari. Daya kreasi dan imaginari generasi muda harus diarahkan pada kegiatan yang produktif. Pemilihan Duta GenRe menjadi salah satu wahana itu. Potensi, talenta dan bakal mereka harus mendapat wahana penyaluran yang tepat untuk meneropong masa depan mereka sambil bertanya: “siapa saya dan mau jadi apa saya di masa depan?”

Kita tak bisa mengelak kemajuan Revolusi Industri 4.0. Yang perlu dilakukan adalah menyiapkan GenRe zaman now bisa menerima kemajuan itu di bawah kendali dirinya yang berkarakter: iman, moral dan akal sehat. Peradaban akan tumbuh di dalamnya ketika mereka yang menjadi harapan bangsa ini mendapat tempat yang tepat untuk ikut berpikir, mengkritisi dan mengubahnya kelak bila dirasa merugikan.

Saya mencermati, sejumlah komunitas positif anak muda di Papua dari hari ke hari semakin tumbuh pesat. Mereka memegang kendali dalam kegiatan kemanusiaan, peduli pada lingkungan, ikut mengkritisi kebijakan pemerintahan di sosial media, bahkan menjadi pionir bagi lahirnya seniman kreatif di kanal Youtube, baik lewat musik, mop atau komedi dan actor/aktris di sejumlah channel youtube. Hemat saya, ini inspirasi dan kekuatan  bangsa yang harus terus dikembangkan.

Kita masih ingat, lagu Ko Tinggal Turun Naik, yang dibawakan anak muda dari Kota Rusa Merauke menembus blantika music nasional, viral dan digandrungi anak muda seluruh Indonesia. Juga lagunya Anjing Kacili dari group hip hop Manado pada 2016 lalu viral dan membuat mereka mendapat bayaran miliaran rupiah dari Youtube. Atau aksi Atta Halilintar, youtuber muda terkaya di Indonesia yang selalu menginspirasi siapapun untuk berkarya.

Saya tertarik dengan tema yang disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, Sarles Brabar, SE.M.Si sebagai pesan kepada GenRe Papua: Sekedar Cinta Tak Cukup Membuatmu Bahagia. Tema ini mengajak GenRe sebagai Generasi Emas Papua untuk tidak hanya tenggelam dalam cinta monyet ala remaja, melainkan agar mereka bisa menjadi generasi yang produktif, kreatif dan aktif di lingkungan positif. Semuanya hanya ada pada satu kunci. Siapa mampu mengendalikan jari di zaman now, dia mampu mengendalikan masa depannya untuk tidak jatuh pada jalan yang salah dan menjadi manusia yang produktif-kreatif.

 

*Jurnalis Mitra BKKBN Papua

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *